DEPOK, INDORAYA TODAY – Keberadaan Rumah Budaya Depok di kawasan Pancoran Mas tak lepas dari inisiatif dan pengorbanan pribadi Ketua Kumpulan Orang-Orang Depok (KOOD), Ahmad Dahlan. Ia mengikhlaskan sebagian tanah miliknya demi terwujudnya pusat pelestarian seni, bahasa, dan tradisi masyarakat Depok.

“Selama KOOD berdiri sejak tahun 2000, kami tidak memiliki sekretariat. Sulit melakukan konsolidasi dan komunikasi. Akhirnya saya berpikir, harus ada tempat tetap,” kata Ahmad Dahlan kepada Indoraya Today, di sela kegiatan Nyuci Perabot dalam rangka Lebaran Depok 2025, Senin (12/5/2025).

Pembangunan Rumah Budaya Depok dimulai pada tahun 2020. Dengan dukungan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari PLN sebesar Rp100 juta dan sumbangan donatur senilai Rp50 juta, pembangunan gedung pun dimulai. Di tahun berikutnya, PLN kembali menyumbang Rp40 juta. Totalnya, berdirilah empat bangunan yang kini menjadi pusat kegiatan budaya di Kota Depok.

“Tanahnya milik pribadi saya dan Mbak Nina (Nina Suzana), meski tanah beliau hanya sekitar 80 meter persegi. Sisanya tanah saya. Tapi saya ikhlaskan demi pelestarian budaya,” ujar Ahmad Dahlan.

Ahmad Dahlan berharap, Rumah Budaya Depok bisa menjadi wadah generasi muda mengenal kembali akar budaya mereka. Meski tradisi lama tak lagi dipraktikkan dalam keseharian, katanya, setidaknya melalui berbagai acara budaya tahunan, nilai-nilai lokal tetap hidup.

Sementara itu, Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Depok, Nina Suzana, menambahkan bahwa pihaknya tengah mengupayakan pengembangan Rumah Budaya tersebut. Pemkot Depok, kata Nina, sedang mengusulkan pembebasan lahan tambahan untuk memperluas area.

“Kita ingin lahan di samping bisa dibebaskan untuk parkir dan ornamen budaya Betawi yang belum ada. Total lahannya 1.400 meter persegi, di belakangnya masih ada sekitar 2.000 meter,” ujar Nina.

BACA JUGA:  Wawali Jenal Mutaqin Bangga Paskibraka Kota Bogor Sukses Jalankan Tugas

Pemerintah, lanjut Nina, berencana menjadikan sekretariat KOOD sebagai Rumah Budaya Kota Depok yang dimiliki pemerintah daerah. “Meski ini komunitas, kami anggap ini sebagai representasi budaya Depok yang harus dirawat bersama,” pungkasnya. (M. Taufik)