INDORAYATODAY.COM – Di tengah riuhnya isu pendidikan, sebuah kisah sederhana namun mengharukan mencuat dari Kota Bogor. Nabila, seorang siswi yang terancam putus sekolah dan tak bisa ikut ujian karena tunggakan biaya, menemukan secercah harapan.
Bukan dari birokrasi yang kaku, melainkan dari sentuhan langsung seorang pemimpin yang memilih untuk turun tangan: Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin.
Cerita Nabila bermula dari kegelisahannya yang tak tertahankan. Sejak kelas 7, tunggakan biaya sekolah membayangi pendidikannya. Meski orang tuanya telah berusaha mencicil dan meminta kebijakan, pintu sekolah tetap tertutup.
Ayahnya, seorang tukang parkir dengan penghasilan pas-pasan, bahkan mencoba mencari pinjaman, namun tak kunjung berhasil. Dalam keputusasaan, Nabila mencoba mencari jalan dengan mengunggah keluhannya ke media sosial.
Sebuah langkah yang kemudian memancing perhatian dan ancaman dari wali kelasnya, yang meminta unggahan itu dihapus atau akan dilaporkan polisi.
Namun, unggahan itu justru sampai ke mata Jenal Mutaqin. Tanpa ragu, Wakil Wali Kota Bogor ini memutuskan untuk bertindak. Ia tak datang sendiri.
Bersama lurah, orang tua Nabila, dan rombongan, Jenal Mutaqin langsung mendatangi kediaman kepala sekolah. Tujuan kedatangannya jelas: memastikan hak Nabila untuk menempuh pendidikan tak terenggut.
“Jadi saya mohon arahan berapa utangnya. Saya tidak ingin ada anak sekolah putus sekolah apalagi tidak boleh ikut ujian,” ucap Jenal Mutaqin, menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap nasib anak-anak di kotanya.
Lebih dari Sekadar Lunas: Uluran Tangan untuk Masa Depan
Jenal Mutaqin bukan hanya membawa semangat, tetapi juga solusi. Sebuah “segepok” uang disiapkan untuk melunasi seluruh tunggakan Nabila.
Di hadapan kepala sekolah dan wali kelas, tanpa banyak perdebatan, ia menyerahkan uang itu.
“Saya datang ke sini tidak untuk debat, saya hanya ingin melunasi hutang Nabila. Ini Rp5 juta dihitung dulu pak,” tegas Jenal.
Langkah ini bukan hanya tentang melunasi utang, tetapi juga tentang memberikan harapan. Dengan kondisi ayah Nabila yang hanya bekerja sebagai tukang parkir dan tinggal di rumah kontrakan, Jenal Mutaqin menawarkan lebih dari sekadar bantuan finansial.
Ia bahkan menawarkan ayah Nabila pekerjaan sebagai tukang sapu di Balai Kota.
“Ya kondisinya memang bapaknya parkir. Rumahnya ngontrak. Bahkan besok saya suruh kerja ke balai kota. Sapu-sapu Balai Kota. Saya peduli pak,” jelas Jenal, memperlihatkan komitmennya untuk membantu secara berkelanjutan.
Senyum Nabila dan Janji Pendidikan
Setelah penyerahan uang, pihak sekolah pun memberikan izin. Nabila diperbolehkan mengikuti ujian, bahkan dengan fleksibilitas mengambil soal dan mengerjakannya di rumah. Sebuah kelegaan besar bagi Nabila dan keluarganya.
Kembali ke rumah Nabila, Jenal Mutaqin menyampaikan kabar baik itu secara langsung.
“Jadi intinya besok sudah bisa ujian, soalnya nanti bisa diambil sama bapak kamu ujian di rumah saja sampai beres,” katanya.
“Nanti ibu yang ambil soalnya ya. Utang ibu juga sudah saya beresin sampai lulus,” lanjutnya, memastikan beban berat di pundak keluarga Nabila terangkat sepenuhnya.
Kisah Nabila menjadi cerminan bahwa kehadiran seorang pemimpin yang peduli dapat mengubah takdir. Dari sebuah keluhan di media sosial yang sempat diwarnai ancaman, kini Nabila bisa kembali menatap masa depannya dengan senyuman.
Ini adalah bukti nyata bahwa di tengah rumitnya permasalahan, masih ada harapan yang datang dari sentuhan hati dan komitmen untuk memastikan setiap anak memiliki hak yang sama atas pendidikan. (sal/**)

Tinggalkan Balasan