DEPOK, INDORAYA TODAY – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa peredaran minuman keras (miras) tidak boleh lagi ada di Kota Depok. Ia menilai, miras menjadi salah satu pemicu munculnya perilaku negatif di kalangan anak dan remaja.

“Pertama, itu minumannya (miras) nggak boleh ada lagi di Depok, dibersihkan,” ujar Dedi saat ditemui seusai menutup program pendidikan karakter dan bela negara di Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Depok, Senin (9/6/2025).

Menurut Dedi, permasalahan kenakalan remaja tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah daerah atau kepala daerah semata. Peran orang tua di rumah sangat menentukan pembentukan karakter anak.

“Kan tidak mungkin Wali Kota mengawasi anak di setiap rumah. Semua tergantung ayah dan ibunya. Ayah ibunya harus tumbuh sebagai orangtua bagi mereka,” katanya.

Pernyataan itu disampaikan Dedi setelah berdialog dengan sejumlah peserta program pendidikan karakter. Salah satu peserta, seorang siswi, mengaku kerap mengonsumsi anggur beralkohol bersama teman-temannya. Ia mengatakan, minuman tersebut didapat dari teman sekolah dan biasa dikonsumsi di rumah temannya.

Dalam dialog tersebut, Dedi menggali lebih dalam pengalaman peserta terkait dampak konsumsi alkohol. Seorang peserta mengungkapkan bahwa dirinya merasa “plong dan mabuk” setelah minum minuman keras tersebut.

Menanggapi pengakuan itu, Dedi menyoroti pentingnya pelacakan asal-usul peredaran miras. Menurut dia, informasi semacam itu penting agar pemerintah daerah, termasuk Wali Kota, bisa bertindak tegas terhadap para penjual.

Dedi juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif orang tua dalam pembinaan anak. Tanpa keterlibatan keluarga, kata dia, upaya pemerintah membentuk generasi muda yang tangguh secara mental dan moral akan sulit terwujud.

Pada kesempatan yang sama, Dedi menyampaikan apresiasi terhadap program pendidikan karakter dan bela negara yang digelar di Cilodong. Ia mengaku melihat antusiasme tinggi dari para peserta, bahkan ada yang enggan pulang karena merasa betah.

BACA JUGA:  Menjaga Identitas Budaya di Tengah Modernisasi, Upaya KOOD Lestarikan Betawi Depok

“Anak-anak menangis itu bukan karena tidak nyaman, tapi karena nggak mau pulang saking betahnya. Pendidikan di barak militer itu nggak menyeramkan, justru rasa kemanusiaan tumbuh di sini,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kedekatan emosional antara peserta dan para pelatih layaknya hubungan anak dan orang tua. Menurut dia, suasana seperti itu jarang ditemukan di tempat lain, terutama yang berbiaya tinggi. Di Depok, pelatihan ini bisa diakses secara gratis berkat dukungan dari Wali Kota.

Dedi menyatakan bahwa program serupa akan terus dilanjutkan dan diperluas. Tidak hanya ditujukan bagi anak-anak yang memiliki masalah sosial, tetapi juga terbuka untuk seluruh anak di Jawa Barat.

“Kita terus kok, Pak Wali akan mengalokasikan pembiayaan dan pembinaan. Ini tidak lagi dinikmati oleh yang disebut ‘nakal’, tetapi oleh seluruh anak,” katanya.

Ke depan, Dedi juga membuka peluang menjadikan program pelatihan ini sebagai alternatif kegiatan rekreasi atau liburan yang membangun karakter anak.