INDORAYATODAY.COM  – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menanggapi keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif tambahan 10% kepada anggota BRICS, yang membuat total tarif terhadap Indonesia menjadi 32%.

Sugiono menganggap kenaikan tarif impor ini sebagai “pengingat” atau “wake up call” bagi Indonesia untuk memperkuat perekonomian domestik.

“Kita melihatnya sebagai, ya ini merupakan sesuatu yang harus kita sadari bahwa it’s a wake up call juga buat kita,” kata Sugiono di sela-sela acara ASEAN Foreign Ministerial Meetings (AMM) di Kuala Lumpur, Rabu (9/7/2025).

Perkuat Swasembada Pangan dan Energi
Menlu Sugiono juga mengungkit pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya Indonesia memperkuat ekonomi domestik serta mewujudkan swasembada pangan dan energi. Hal ini sejalan dengan upaya kemandirian ekonomi.

“Makanya, saya kira apa yang dilakukan dan dicanangkan oleh Pak Presiden Prabowo sudah on the right track. Kita ingin bisa berswasembada memenuhi kebutuhan pangan kita, energi kita dan ini merupakan sesuatu yang basic yang harus dipenuhi,” jelas Sugiono.

Selain itu, Sugiono juga menyinggung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berorientasi pada investasi sumber daya manusia (SDM).

Ia menegaskan bahwa Indonesia perlu membangun kekuatan ekonomi agar tidak bergantung pada pihak mana pun dan tetap dapat menjalin hubungan luar negeri yang baik dengan siapa saja.

“Jadi, kemudian bagaimana kita berinvestasi untuk human capital kita melalui Makanan Bergizi Gratis sehingga kita bisa benar-benar membangun suatu kekuatan ekonomi yang tidak bergantung pada siapa pun dan tetap bisa menjalankan hubungan luar negeri kita dengan baik dengan siapa pun,” lanjut Sugiono.

Seperti diketahui, kebijakan tarif impor 32% dari AS ini diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Terbaru, Trump mengeluarkan kebijakan bahwa negara-negara anggota BRICS akan dikenakan tarif tambahan 10%.

BACA JUGA:  Ketua MPR Ahmad Muzani Apresiasi Peran BAZNAS Urus Fakir Miskin

Trump menilai kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) dibentuk untuk merugikan AS, terutama dalam upaya menjatuhkan kekuatan nilai tukar dolar AS.