DEPOK, INDORAYA TODAY – Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Kota Depok buka suara soal temuan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait peredaran beras premium yang tidak sesuai mutu alias oplosan. DKP3 memastikan hingga saat ini belum ditemukan kasus serupa di wilayah Depok.

Meski begitu, DKP3 tetap waspada dan akan memperkuat pengawasan di lapangan. Kepala DKP3 Kota Depok, Widyati Riyandani, menyebut praktik oplosan biasanya melibatkan pencampuran beras medium dengan premium lalu dijual dengan harga tinggi.

“Yang terjadi biasanya beras medium dicampur dengan premium lalu dijual dengan harga tinggi. Secara kasat mata kadang memang sulit dibedakan, tapi masyarakat umum biasanya bisa tahu dari bentuk, rasa, dan tampilannya,” ujarnya, dikutip dari situs resmi Pemkot Depok, Minggu (27/7/2027).

Widyati menambahkan, salah satu indikator sederhana kualitas beras bisa dilihat dari kadar airnya. Semakin rendah kadar air, maka daya simpannya semakin baik.

“Salah satu indikator sederhananya, semakin rendah kadar air dalam beras maka semakin baik daya simpannya,” lanjutnya.

Widyati menegaskan, dari sisi keamanan pangan, selama bahan yang digunakan masih berupa beras konsumsi, tidak menimbulkan risiko kesehatan. Namun, yang perlu diwaspadai adalah beras yang dicampur dengan bahan pemutih atau zat sintetis.

“Kalau hanya masalah mutu, dampaknya lebih ke penurunan kualitas dan ketidaksesuaian harga. Tapi kalau sampai menggunakan bahan pemutih atau sintetis, itu sudah masuk kategori berbahaya dan tentu akan ditindak,” tegasnya.

Sejauh ini, DKP3 belum menemukan beras oplosan di pasar-pasar Depok. Namun, pihaknya tetap menggencarkan pengawasan dengan menggandeng Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagin) Kota Depok. Pengawasan juga diarahkan ke jalur distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

BACA JUGA:  Wali Kota Depok Buka Turnamen Mini Soccer Serikat Buruh, Tekankan Kebersamaan dan Pemulihan Ekonomi

“Alhamdulillah sampai saat ini belum ada temuan di Depok. Tapi kami tetap akan melakukan pengawasan bersama Dagin. Kemarin juga ada arahan agar distribusi pangan turut mengawasi SPHP. Pengawasan kami fokus pada kesesuaian mutu, harga, dan isi kemasan,” jelasnya.

Widyati juga mengimbau masyarakat untuk lebih cermat saat membeli beras. Ciri-ciri beras oplosan bisa terlihat dari banyaknya butir patah dalam kemasan.

“Cara sederhana untuk membedakan, bisa dilihat secara visual. Kalau banyak butir patah, kemungkinan itu beras medium karena batas maksimalnya 25 persen. Sedangkan beras premium lebih banyak butir utuh, dengan standar maksimal butir patah 15 persen,” tambahnya.

Sebagai catatan, standar mutu beras premium diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 dan SNI 6128:2020. Selama pencampuran masih sesuai standar mutu, tidak masalah. Namun, mencampur beras SPHP dengan jenis lain dan menjualnya sebagai premium adalah pelanggaran.

“Kami akan terus berkoordinasi dan menyesuaikan dengan arahan pusat, terutama jika ada sidak pasar atau temuan terbaru dari kementerian. Masyarakat juga kami harap lebih teliti dan lapor jika menemukan ketidaksesuaian di pasar,” pungkasnya.