INDORAYATODAY.COM – Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI), Sugiono, menanggapi tegas sikap Israel yang menolak pengerahan pasukan perdamaian dari Turki untuk mengawasi proses perdamaian di Jalur Gaza. Menlu Sugiono menekankan bahwa penempatan pasukan penjaga perdamaian, termasuk potensi kontribusi dari Indonesia, harus dilandasi oleh mandat yang jelas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan didahului oleh terciptanya gencatan senjata sejati.
Menlu Sugiono menegaskan bahwa Indonesia siap memberikan kontribusi aktif dalam upaya perdamaian, bahkan percaya bahwa peran Indonesia dapat diterima oleh semua pihak.
“Intinya, yang ingin kita lakukan adalah memberikan kontribusi terhadap proses perdamaian ini. Dan saya kira Indonesia bisa diterima. Sekali lagi, semuanya ini subject to [tergantung] mandat yang jelas dari PBB,” kata Sugiono di pelataran Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Rabu (5/11).
Gencatan Senjata dan Bantuan Kemanusiaan Harus Prioritas
Lebih lanjut, Menlu Sugiono menyoroti dua prasyarat utama agar upaya damai dapat berjalan efektif.
“Intinya yang kita harapkan dan kita inginkan adalah, pertama, ceasefire [gencatan senjata] yang benar-benar ceasefire itu terjadi,” ujarnya.
Prioritas kedua yang ditekankan Menlu adalah kelancaran bantuan kemanusiaan ke Gaza, sebuah isu yang ia bawa saat menghadiri pertemuan di Istanbul, Turki, pekan lalu. Ia berharap proses rekonstruksi wilayah Gaza juga dapat berjalan sesuai rencana awal.
Alasan Keras Israel Menolak Turki
Penolakan Israel terhadap pasukan Turki ini telah ditegaskan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar. Saar mengungkapkan alasan penolakan tersebut mengacu pada hubungan diplomatik yang tegang.
“Turki yang dipimpin Erdogan, memimpin pendekatan yang bermusuhan terhadap Israel. Jadi, tak masuk akal bagi kami membiarkan pasukan bersenjata mereka memasuki Jalur Gaza,” kata Saar pada Oktober, dikutip dari Reuters.
Selain Turki, Israel juga menolak Qatar, meskipun kedua negara tersebut memiliki peran dalam negosiasi gencatan senjata Israel-Hamas pada 10 Oktober. Penolakan ini menghambat pelaksanaan salah satu poin yang tertuang dalam kesepakatan gencatan senjata.
Indonesia, sebagai negara dengan peran aktif di kancah internasional, selalu menegaskan kesiapan untuk mengirim pasukan ke wilayah konflik, asalkan mandat dan persetujuan PBB telah didapatkan.

Tinggalkan Balasan