INDORAYATODAY.COM – Di tengah hiruk-pikuk kota yang kian padat, Pemerintah Kota Bogor tengah merajut visi transportasi publik yang lebih modern dan nyaman. Bukan lagi sekadar wacana, Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin, menegaskan komitmen serius Pemkot untuk secara bertahap mengurangi dominasi angkot dan menggantinya dengan armada bus serta kereta yang lebih efisien. Sebuah transisi besar yang menjanjikan wajah baru mobilitas warga.

Dalam Siniar Radar Bogor, Senin (26/5), Jenal Mutaqin mengungkapkan bahwa perubahan ini bukan semata-mata ambisi pemerintah, melainkan respons atas suara masyarakat.

“Masyarakat memang meminta agar angkot dikurangi karena sering terjadi kemacetan dan ketidakteraturan,” ujarnya. Namun, ia memahami betul tantangan di baliknya. “Tapi kami juga paham sopir angkot butuh penghidupan, jadi solusinya harus adil dan manusiawi.”

Angkot sebagai “Feeder”: Transformasi Peran dan Integrasi Aglomerasi

Masa depan angkot di Bogor tampaknya akan berubah drastis. Pemkot telah memulai langkah rerouting atau penataan ulang trayek untuk menghindari tumpang tindih. Angkot tetap akan ada, namun perannya bertransformasi menjadi “feeder” atau pengumpan. Mereka akan berfungsi sebagai penghubung warga dari permukiman ke koridor utama bus massal.

Saat ini, Kota Bogor sudah memiliki Biskita, armada bus modern yang respons positif dari masyarakat. Dengan tarif terjangkau, Rp4.000 sekali jalan (dan lebih murah untuk pelajar), Biskita telah melayani rute-rute strategis seperti kawasan Sistem Satu Arah (SSA), Baranangsiang, dan Pajajaran.

“Respon masyarakat positif, mereka merasakan kemudahan dan kenyamanan yang meningkat,” kata Jenal, penuh optimisme.

Visi ini tak berdiri sendiri. Kebijakan integrasi transportasi wilayah aglomerasi Bogor–Jakarta–Depok dan sekitarnya telah diatur dalam Peraturan Presiden dan Instruksi Presiden dari pemerintah pusat. Penguatan sistem transportasi massal berbasis bus dan kereta menjadi fokus utama untuk memastikan mobilitas warga lancar tanpa kemacetan parah. Bahkan, pengembangan LRT juga terus berjalan, dengan rencana perpanjangan jalur hingga Terminal Baranangsiang.

BACA JUGA:  Latih Bendahara Koperasi, Jenal Mutaqin: Pahami Regulasi Dasar Sebelum Cari Potensi Usaha

Tantangan Manusiawi dan Solusi Berkeadilan

Namun, di balik optimisme ini, Jenal Mutaqin tak menampik tantangan besar dalam mengurangi angkot. Ribuan sopir angkot menggantungkan hidup pada pekerjaan ini. Kesadaran akan dampak sosial inilah yang mendorong Pemkot untuk menyiapkan program sosialisasi dan pelatihan ulang bagi sopir angkot. Tujuannya agar mereka memiliki peluang pekerjaan lain yang layak dan tidak terpinggirkan oleh modernisasi.

“Kita tidak ingin ada yang dirugikan, semua harus mendapat solusi yang berkeadilan,” tegas Jenal. Ini adalah janji bahwa transisi ini akan dikelola dengan hati-hati dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

Dalam waktu dekat, Pemkot Bogor berencana memperluas koridor bus massal dan memperbaiki fasilitas pendukung seperti shelter dan jalur bus agar semakin nyaman. “Transportasi modern bukan hanya soal kendaraan, tapi juga layanan yang membuat warga merasa dihargai,” pungkas Jenal.

Bogor sedang berada di persimpangan jalan menuju kota dengan sistem transportasi yang lebih tertata dan ramah lingkungan. Sebuah perjalanan panjang yang melibatkan inovasi, kolaborasi, dan yang terpenting, keberpihakan pada masyarakat. (sal/rb/**)