INDORAYATODAY.COM – Menteri Kebudayaan Fadli Zon memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang menuai kontroversi mengenai peristiwa kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998.

Dalam unggahan resminya di akun Instagram @kemenkebud, Fadli menegaskan bahwa dirinya tidak menihilkan penderitaan korban, namun menyerukan kehati-hatian dalam menyampaikan narasi sejarah.

“Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini,” kata Fadli.

Pernyataannya muncul sebagai tanggapan atas kecaman publik terkait ucapannya sebelumnya, yang dinilai meragukan keberadaan peristiwa rudapaksa massal dalam kerusuhan 13–14 Mei 1998.

Fadli menjelaskan, pernyataannya bukan dimaksudkan untuk menyangkal adanya korban atau penderitaan dalam tragedi tersebut. Namun, ia menyoroti perlunya verifikasi faktual dan kehati-hatian akademik dalam menggunakan istilah “perkosaan massal”.

“Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian ataupun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru-hara 13-14 Mei 1998,” ujarnya.

Ia juga mengutip hasil liputan investigatif dan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang menurutnya belum memberikan data konklusif terkait jumlah, identitas korban, lokasi, hingga pelaku dalam peristiwa rudapaksa massal.

“Laporan TGPF saat itu hanya mencantumkan angka tanpa didukung data solid tentang nama korban, waktu kejadian, lokasi, maupun pelaku,” tambahnya.

Fadli menekankan bahwa narasi sejarah harus dibangun berdasarkan bukti hukum dan akademik yang kuat agar tidak menyesatkan atau merusak citra bangsa.

“Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik,” jelasnya.

Ia juga menyatakan bahwa istilah “massal” dalam konteks kekerasan seksual Mei 1998 telah menjadi pokok perdebatan selama lebih dari dua dekade di kalangan akademisi dan masyarakat. Oleh karena itu, menurutnya, isu tersebut harus dikelola dengan bijak.

BACA JUGA:  Sekjen Gerindra Minta Bupati Pati Perhatikan Aspirasi Warga Usai Demo Kenaikan PBB

“Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun, terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif,” tutup Fadli.[]