DEPOK, INDORAYA TODAY – Kasus penembakan dua remaja di Depok oleh anggota kepolisian terus menuai sorotan. Salah satu saksi yang juga korban, berinisial MY (15), akhirnya buka suara dan menceritakan detik-detik penembakan yang menimpa dua rekannya.

Menurut MY, peristiwa terjadi pada Sabtu (9/8/2025) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Saat itu, ia bersama dua rekannya berboncengan satu motor melintas di kawasan Pasar Agung, Sukmajaya. Mereka berpapasan dengan Tim Perintis Presisi Polres Metro Depok yang sedang berpatroli.

“Iya, awalnya kami bertiga memang mau tawuran. Pas di jalan ketemu polisi, kami kabur untuk menghindar,” kata MY, dikutip dari Oborkeadilan, Minggu (17/8/2025).

Aksi kejar-kejaran pun tak terhindarkan. Polisi mengejar mereka hingga ke tanjakan Jalan Juanda menuju Margonda. Setibanya di simpang pintu tol Juanda, MY mendengar suara tembakan yang membuat dua rekannya tumbang.

“Kami dikejar sampai Margonda. Tiba-tiba saya dengar suara tembakan. Dua teman saya kena, motor masih jalan, tapi akhirnya jatuh di dekat lampu merah (Ramanda),” ungkap MY.

Akibat insiden itu, RM (17) mengalami luka tembak parah di leher dan punggung. Pemuda tersebut kini koma setelah menjalani operasi.

Satu korban lainnya juga harus menjalani perawatan intensif di RS Polri Kramat Jati. Hingga kini, pihak rumah sakit belum memberikan keterangan resmi apakah proyektil peluru berhasil dikeluarkan dari tubuhnya. Sementara itu, MY hanya mengalami luka ringan dan sudah diperbolehkan pulang.

Humas Polres Metro Depok, AKP Made Budi, membenarkan ada penembakan saat upaya pembubaran tawuran tersebut. “Diawali ada beberapa kasus yang terjadi di Kota Depok, yaitu kasus tawuran dan begal. Sudah diperiksa (dua anggota yang menembak). Sudah dilakukan di Propam Polda Metro Jaya,” ujarnya.

BACA JUGA:  Ular Sanca 4 Meter Gegerkan Warga Bojongsari Depok, Damkar Berhasil Evakuasi

Kasus ini pun memantik reaksi publik yang mendesak transparansi dan akuntabilitas aparat. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menilai penggunaan senjata api harus menjadi pilihan terakhir.

“Senjata api adalah the last resort, hanya boleh dipakai jika ada ancaman nyata terhadap nyawa aparat atau masyarakat,” tegasnya, dikutip dari Eranasional.com.

Azmi menambahkan, bila terbukti aparat tidak mendahulukan langkah persuasif sesuai SOP, maka tindakan itu tidak proporsional. “Pertanggungjawaban tidak boleh hanya berhenti di sanksi etik. Jika ada pelanggaran, harus diproses pidana, misalnya Pasal 351 KUHP atau Pasal 359 KUHP,” pungkasnya.