INDORAYATODAY.COM – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan di kabupaten dan kota se-Jawa Barat untuk bersikap tegas terhadap siswa yang membolos atau nongkrong di luar saat jam pelajaran, termasuk dengan memberikan ancaman tidak naik kelas.
Pernyataan tersebut disampaikan Dedi saat rapat bersama pejabat Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama se-Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa pendekatan yang harus digunakan dalam membangun pendidikan bukanlah sekadar program administratif, tetapi harus berlandaskan pada semangat dan visi yang kuat.
“Ketika naik mobil, ada anak-anak nongkrong di jalan, turun ambil video, ancam. Anda tidak masuk kelas. Saya Kepala Dinas Pendidikan, besok Anda tidak naik kelas. Harus begitu,” tegas Dedi, Minggu (27/4/2025).
Menurutnya, pendekatan yang digunakan saat ini tidak bisa lagi bersifat parsial atau sekadar program formalitas. Ia menekankan pentingnya perubahan paradigma birokrasi pendidikan di Jawa Barat.
“Kesibukan kita birokrat adalah kesibukan administratif, bukan kesibukan visi dan misi. Nah, ini yang lagi saya rubah mindset-nya,” ujarnya.
Dalam arahannya, Dedi juga menyampaikan bahwa pemerintah harus kembali pada dua hal utama dalam membangun Jawa Barat, yaitu memulihkan kondisi alam dan mengembalikan jati diri manusia Jawa Barat.
“Ini yang fokus. Nah, ketika mengembalikan kedua hal itu, maka pendekatannya harus holistik. Tidak bisa pendekatannya parsial, tidak bisa pendekatannya program, tapi pendekatannya adalah spirit,” jelasnya.
Ia juga mengkritik sistem pemerintahan yang terlalu berorientasi pada laporan dan pertanggungjawaban administratif. Menurutnya, hal itu tidak akan membawa perubahan nyata tanpa semangat kepemimpinan yang kuat.
“Kalau program belum tentu ada spirit. Tapi kalau spirit, maka spirit itu mampu membangun program,” ucap Dedi.
Dedi menyebut bahwa kondisi perilaku publik, termasuk peserta didik dan birokrat, telah sampai pada titik yang ia sebut “akut,” sehingga diperlukan tindakan tegas dan kepemimpinan yang kuat.
“Ini negeri sudah sampai pada tingkat akut. Perilaku publiknya, perilaku anak didiknya, perilaku gurunya, perilaku birokratnya, perilaku pejabatnya. Diperlukan apa? Tangan yang memiliki kekuatan kekar untuk berubah,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan