INDORAYATODAY.COM – Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menuai sorotan tajam setelah menyatakan ketidakpercayaannya terhadap keberadaan kasus rudapaksa massal dalam kerusuhan Mei 1998—peristiwa kelam yang hingga kini masih menjadi luka sejarah bangsa.

Pernyataan kontroversial tersebut muncul dalam sebuah video berdurasi 1 menit 12 detik yang beredar luas di media sosial, salah satunya diunggah akun @murtadhaone1 pada Kamis, 13 Juni 2025.

Dalam video itu, Fadli menyampaikan pandangannya bahwa belum ada bukti kuat mengenai terjadinya rudapaksa massal dalam kerusuhan tersebut.

“Ada enggak fakta keras? Kalau itu kita bisa berdebat. Ada rudapaksa massal? Betul enggak ada? Kata siapa itu? Enggak pernah ada buktinya. Itu cerita saja. Kalau ada, tunjukkan. Apakah itu pernah masuk dalam buku sejarah? Itu enggak pernah ada,” kata Fadli dalam potongan video tersebut.

Pernyataan itu langsung memicu perdebatan di kalangan warganet. Video tersebut telah ditonton lebih dari 31 ribu kali dan menuai berbagai tanggapan.

Beberapa pengguna menyuarakan dukungan terhadap pandangan Fadli, menyatakan bahwa pengalaman pribadi mereka saat berada di Jakarta pada 1998 tidak memperlihatkan adanya rudapaksa massal.

“Saya juga enggak percaya. Saat kejadian saya di Jakarta dan enggak pernah dengar cerita soal itu. Kalau satu dua kasus mungkin ada, tapi jangan dilebih-lebihkan,” tulis akun @bangbri82.

Namun, tidak sedikit pula yang mengecam keras pernyataan tersebut. Banyak yang menilai bahwa komentar Fadli berpotensi melukai para korban dan menghapus jejak sejarah penting.

“Dia enggak percaya bukan berarti enggak ada. Ini upaya menyembunyikan dosa-dosa besar,” ujar akun @giarugiarto6.

“Statement seperti ini melukai korban. Luka lama mestinya diobati, bukan dibungkam atau dilupakan. Mau jadi bangsa besar tapi menghapus masa lalu kelam? Ironi,” tulis akun @ismaualim.

BACA JUGA:  Pemkab Bogor Siapkan Barak Militer untuk Pelajar Nakal, Berlokasi di Wilayah Perbatasan

Kerusuhan Mei 1998 yang menandai kejatuhan Orde Baru diwarnai oleh kerusuhan sosial, penjarahan, pembakaran, dan kekerasan terhadap warga sipil, terutama etnis Tionghoa.

Sejumlah laporan internasional dan organisasi HAM menyebutkan adanya dugaan rudapaksa massal, meskipun data resmi dan bukti konkret memang minim dan masih diperdebatkan hingga kini.

Kontroversi ini memperlihatkan bahwa rekonsiliasi sejarah Indonesia masih jauh dari selesai, terutama ketika fakta-fakta masa lalu kembali dipertanyakan oleh pejabat tinggi negara.[]