Jakarta, Dosen STEBI Lampung Umi Khulsum, M. Ak, Ph.D menerima penghargaan Piagam Wajib Pajak dari KPP Pratama Duren Sawit, Jakarta, 15 Oktober 2025.
Umi mewakili PT Prasadha Dipantyasa, perusahaan yang urusan keuangan kewajiban pajaknya ditangani dengan standar keuangan yang benar.
“Kami menyajikan laporan keuangan dan pelaporan pajak perusahaan yang transparan serta akuntabel dengan standar yang berlaku di Indonesia dan alhamdulillah diterima oleh kantor pajak sebagai yang terbaik, ” kata Umi, doktor dari Malaysia.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur Ahmad Djauhari berterima kasih kepada KPP Pratama Duren Sawit yang telah berkontribusi pada pencapaian target penerimaan negara.
Sementara itu, Kepala KPP Pratama Duren Sawit Amty Nurhayati menyebutkan
menyebutkan pemberian penghargaan ini sebagai apresiasi telah tercapainya pencapaian target penerimaan pajak oleh KPP Pratama Duren Sawit hingga Oktober melebihi angka 84% sehingga optimis akhir tahun bisa tercapai target.
Penghargaan ini menjadi momentum penting bagi perjalanan reformasi perpajakan di Indonesia.
Piagam ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2025 tentang Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) dan berisi delapan hak serta delapan kewajiban wajib pajak. Dokumen ini bukan hanya rangkaian pasal, melainkan simbol komitmen pemerintah untuk membangun sistem perpajakan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
Kehadiran piagam ini sebetulnya menyederhanakan kompleksitas regulasi yang ada. Sebelumnya, hak wajib pajak tersebar dalam 272 aturan, sementara kewajibannya tersebar dalam 175 aturan.
“Dengan adanya Piagam Wajib Pajak, semua ketentuan tersebut dipadatkan dan dikodifikasi menjadi pedoman yang lebih sederhana, mudah dipahami, dan lebih komunikatif. Inilah bentuk konkret dari reformasi birokrasi: menyajikan regulasi dengan bahasa yang bersahabat, tanpa kehilangan ketegasan, ” jelas Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur Ahmad Djauhari.
Isi piagam ini mencakup hak-hak mendasar yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Misalnya, hak atas informasi dan edukasi yang jelas, hak mendapatkan layanan tanpa pungutan, hak atas perlakuan adil, hak membayar sesuai jumlah yang terutang, hak perlindungan data, hingga hak untuk menyampaikan pengaduan. Semua itu menjadi landasan agar wajib pajak merasa dilayani dengan adil dan setara, tidak sekadar dipungut.
Di sisi lain, piagam ini juga menegaskan kewajiban yang tak kalah penting. Wajib pajak didorong untuk melaporkan surat pemberitahuan (SPT) dengan benar, jujur, dan transparan. Mereka juga dituntut bersikap kooperatif dalam penyampaian data serta dilarang memberikan gratifikasi kepada aparat pajak.
Kesetaraan antara hak dan kewajiban inilah yang diyakini mampu membangun ekosistem perpajakan yang sehat, kredibel, dan modern. Pajak bukan lagi soal beban, melainkan bentuk partisipasi aktif warga negara dalam pembangunan.
Tinggalkan Balasan