INDORAYATODAY.COM – Di balik kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri sebuah mahakarya kesepakatan, sebuah monumen persatuan yang bernama Pancasila. Ketua MPR RI Ahmad Muzani baru-baru ini kembali mengingatkan kita pada momen bersejarah yang luar biasa, sebuah babak pengorbanan dan kebersamaan yang ditorehkan oleh para pendiri bangsa.

Bayangkanlah, Indonesia yang baru merdeka dihadapkan pada pusaran perdebatan ideologis yang sengit. Suara-suara yang mengusung sekularisme, Islam, dan beragam gagasan lainnya bergema, mencari pijakan sebagai fondasi negara yang baru lahir.

Namun, di tengah perbedaan yang berpotensi memecah belah, para visioner bangsa ini memiliki kesadaran mendalam akan realitas Indonesia: sebuah mosaik suku, agama, ras, dan bahasa yang tak terhitung jumlahnya.

“Para pendiri bangsa kita itu menyadari bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, agama, ras, bahasa yang harus ada pemersatu untuk menjalin perbedaan tersebut,” ungkap Ahmad Muzani saat berdialog dengan para pendidik dan siswa SMA Taruna Nusantara Magelang di Kompleks Parlemen, Senayan, belum lama ini.

Dalam perjalanan mencari titik temu, sebuah permata pemikiran muncul dan diterima dengan lapang dada oleh semua pihak: Pancasila. Lima sila yang merangkum nilai-nilai luhur bangsa, disepakati bersama sebagai ideologi dan dasar negara.

Sebuah keputusan monumental yang lahir dari kearifan dan kebesaran jiwa para pendiri bangsa, yang mengedepankan persatuan di atas kepentingan golongan.

Kekuatan Pancasila sebagai perekat bangsa telah teruji oleh waktu. Meski berbagai badai masalah dan tantangan menerpa, Indonesia tetap berdiri tegak, terhindar dari konflik disintegrasi yang melanda banyak negara lain. Ini adalah bukti nyata bahwa fondasi yang diletakkan para pendahulu sangatlah kokoh.

Lebih jauh, Ahmad Muzani menyoroti kearifan lain para pendiri bangsa dalam memilih bahasa Melayu, yang kemudian bertransformasi menjadi bahasa Indonesia, sebagai bahasa nasional. Sebuah keputusan yang kembali menunjukkan semangat persatuan dan pengorbanan.

BACA JUGA:  Warga Depok Merapat! Tiap Malam Minggu Bakal Ada Pesta Musik di Depok Open Space

“Mereka yang suku Jawa, Sunda dan lainnya tidak lantas memaksakan harus bahasa daerahnya yang dipakai sebagai bahasa nasional. Karena mereka paham dalam bangsa yang sangat beragam ini, diperlukan persatuan sebagai sebuah kekuatan,” jelas Muzani.

Rasa persatuan dalam keberagaman inilah yang kemudian melahirkan keindahan Bhinneka Tunggal Ika. Keteladanan para pendiri bangsa ini, menurut Muzani, adalah warisan berharga yang harus diresapi, diambil hikmahnya, dan ditiru oleh generasi muda Indonesia.

Kisah di balik lahirnya Pancasila dan bahasa Indonesia bukanlah sekadar catatan sejarah. Ini adalah cerminan visi jauh ke depan, sebuah pemahaman mendalam tentang jati diri bangsa yang majemuk, dan sebuah pengorbanan tulus demi persatuan dan kesatuan. Generasi penerus bangsa memiliki tanggung jawab untuk terus menjaga dan mengamalkan nilai-nilai luhur ini agar Indonesia terus berdiri kokoh dan berdaulat.(sal/**)